EKSPANSI
Ekspansi atau perluasan usaha dapat dilakukan secara internal atau eksternal. Perusahaan dikatakan melakukan ekspansi internal jika perusahaan melakukan investasi mulai dari awal, seperti mendirikan perusahaan baru atau melakukan perluasan perusahaan yang sudah ada. Sementara itu, perusahaan dikatakan melakukan ekspansi eksternal jika perusahaan menggabungkan kegiatan operasionalnya dengan perusahaan lain yang sudah ada. Penggabungan suatu perusahaan dengan perusahaan lain yang sudah ada dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
a. Merger
Merger adalah penggabungan dua perusahaan yang ukurannya tidak sama dan hanya satu perusahaan yang tetap survival, yaitu perusahaan yang lebih besar, sedangkan perusahaan yang lebih kecil melebur ke dalam perusahaan yang besar. Misalnya, perusahaan A ukurannya lebih besar daripada perusahaan B, melakukan merger, maka setelah merger perusahaan yang tetap survival adalah perusahaan A.
b. Konsolidasi
Konsolidasi adalah penggabungan dua perusahaan yang ukurannya relatif sama menjadi satu perusahaan baru. Misalnya, perusahaan A ukurannya relatif sama dengan perusahaan B melakukan konsolidasi, maka muncul perusahaan C sebagai hasil konsolidasi.
c. Akuisisi
Akuisisi adalah penggabungan dua perusahaan yang mana perusahaan akuisitor membeli sebagian saham perusahaan yang diakuisisi, sehingga pengendalian manajemen perusahaan yang diakuisisi berpindah kepada perusahaan akuisitor, sementara kedua perusahaan masing-masing tetap beroperasi sebagai suatu badan hukum yang berdiri sendiri.
Penggunaan ketiga istilah merger, konsolidasi dan akuisisi di dalam prakteknya sering dipertukarkan satu sama lainnya. Apabila ditinjau dari keterkaitan bidang usaha perusahaan yang bergabung, maka penggabungan dua atau lebih perusahaan dapat dibedakan menjadi:
a. Penggabungan vertikal, adalah penggabungan dua atau lebih perusahaan yang berada pada tingkat proses produksi yang tidak sama. Misalnya penggabungan antara perusahaan sepatu yang memproduksi sepatu dengan pabrik kulit yang memasok bahan baku atau perusahaan sepatu bergabung dengan distributor yang memasarkan sepatu.
b. Penggabungan horizontal, adalah penggabungan dua atau lebih perusahaan yang berada pada tingkat proses produksi yang sama. Misalnya, perusahaan sepatu Batta bergabung dengan perusahaan sepatu Nikke.
c. Penggabungan konglomerat, adalah penggabungan dua perusahaan atau lebih yang tidak memiliki kaitan bisnis sama sekali. Misalnya, perusahaan sepatu bergabung dengan perusahaan semen.
CARA MELAKUKAN MERGER
Suatu perusahaan dapat melakukan merger dengan jalan membeli asset atau saham dari perusahaan lain dan pembayarannya dapat dilakukan dengan tunai atau dengan saham. Apabila pembayarannya dengan tunai, maka transaksi tersebut dikenakan pajak kepada perusahaan yang menjual atau kepada pemegang sahamnya. Hal ini berarti harus ada pengakuan laba atau rugi pada saat transaksi dilakukan.
Apabila pembayaran dengan mempergunakan saham, maka tidak dikenakan pajak pada saat transaksi merger dilakukan. Laba atau rugi baru diakui apabila saham tersebut dikemudian hari dijual oleh pemilknya. Dengan demikian apabila pembayaran dilakukan dengan saham, pengenaan pajaknya ditunda sampai dengan saham tersebut dijual pemiliknya.
PERLAKUAN AKUNTANSI
Dari sudut akuntansi, penggabungan perusahaan dapat diperlakukan sebagai transaksi pembelian (purchase) atau penggabungan kepentingan (pooling of interest). Jika diperlakukan sebagai transaksi pembelian, perusahaam pembeli memperlakukan perusahaan yang dibeli sebagai suatu investasi. Jika perusahaan yang membeli membayar premi di atas harga pasar asset atau saham, maka besarnya premi tersebut dicatat sebagai goodwill di neraca perusahaan yang membeli. Jika diperlakukan sebagai pooling of interest, maka neraca kedua perusahaan digabungkan dengan jalan menjumlahkan nilai aktiva dan utang kedua perusahaan.
Sebagai contoh, perusahaan ALFA merger dengan perusahaan BETA, yang dilakukan dengan membeli saham perusahaan BETA dengan nilai Rp 2 juta. Perusahaan BETA mempunyai utang Rp 1 juta dan modal saham Rp 1,2 juta, sedangkan perusahaan ALFA mempunyai modal saham Rp 10 juta dan utang Rp 5 juta sebelum dilakukan merger.
Jika diperlakukan sebagai transaksi pembelian, karena saham perusahaan BETA bernilai Rp 1,2 juta dibeli dengan harga Rp 2 juta, maka terjadi goodwill sebesar Rp 0,8 juta, (Rp 2 juta – Rp 1,2 juta).
Perlakuan akuntansinya akan tampak sebagai berikut:
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sebelum Merger Sesudah Merger
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
ALFA BETA ALFA BETA
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Aktiva bersih
berwujud Rp 15 juta Rp 2,2 juta Rp 17,2 juta Rp 17,2 juta
- Goodwill 0 0 0,8 juta 0
--------------- --------------- ----------------- -----------------
- Total aktiva Rp 15 juta Rp 2,2 juta Rp 18 juta Rp 17,2 juta
========= ========== ========== =========
- Utang Rp 5 juta Rp 1 juta Rp 6 juta Rp 6 juta
- Modal saham 10 juta 1,2 juta 12 juta 11,2 juta
--------------- ----------------- ----------------- -----------------
- Total utang
dan modal Rp 15 juta Rp 2,2 juta Rp 18 juta Rp 17,2 juta
========= ========== ========= =========
ALASAN PENGGABUNGAN PERUSAHAAN
Perusahaan melakukan penggabungan dengan tujuan untuk menciptakan suatu sinergi, artinya hasil yang diperoleh dari penggabungan harus lebih besar dibandingkan jika masing-masing perusahaan beroperasi sendiri-sendiri, atau dengan kata lain dapat diilustrasikan (2 + 2 = 5). Namun demikian secara spesifik ada beberapa alasan perusahaan melakukan penggabungan, di antaranya:
a. Mencapai operasi yang ekonomis.
b. Pertumbuhan.
c. Diversifikasi.
PENILAIAN MERGER
Untuk menentukan apakah merger layak dilakukan atau tidak, ada beberapa pendekatan yang dapat dipergunakan, yaitu:
Pendekatan Pendapatan (earnings)
Pendapatan yang dimaksudkan dalam pendekatan ini dibedakan menjadi pendapatan sekarang (present earning) dan pendapatan di masa yang akan datang (future earning).
a. Pendapatan sekarang (present earning)
Pendapatan yang dimaksud dalam penekatan ini adalah pendapatan per-saham (earning per share ) disingkat EPS. Menurut pendekatan ini merger layak dilakukan jika setelah merger EPS mengalami peningkatan dibandingkan sebelum merger.
Contoh, perusahaan A merencanakan merger dengan perusahaan B yang masing-masing memiliki data keuangan sebagai berikut:
Keterangan Perusahaan A Perusahaan B
----------------------------------------- -------------------- -----------------------
Pendapatan sekarang Rp 20 juta Rp 5 juta
Saham yang beredar 5 juta lembar 2 juta lembar
EPS Rp 4,00 Rp 2,50
Harga saham Rp 64,00 Rp 30,00
P/E ratio 16 12
-------------------------------------------------------------------------------------------------
Perusahaan B setuju menawarkan sahamnya dengan harga Rp 35,00 per lembar, dibayar dengan saham perusahaan A. Dengan demikian rasio pertukarannya adalah Rp 35,00/Rp 64,00 atau sama dengan 0,547 saham perusahaan A untuk setiap lembar saham perusahaan B. Dengan demikian untuk membeli seluruh saham perusahaan B dibutuhkan saham perusahaan A sebanyak 0,547 x 2.000.000 lembar = 1.093.750 lembar.
Setelah merger EPS perusahaan A menjadi:
Keterangan Perusahaan A
------------------------------------- ------------------------
Pendapatan sekarang Rp 25 juta
Jumlah saham yang beredar 6.093.750 lembar
EPS Rp 4,10
Karena setelah merger EPS perusahaan A meningkat dari Rp 4,00 menjadi Rp 4,10, berarti merger layak dilaksanakan.
Bagi mantan pemegang saham perusahaan B, setelah merger mengalami penurunan EPS. Hal ini terjadi karena untuk setiap lembar saham perusahaan B, mereka menerima sebanyak 0,547 saham perusahaan A. Oleh karena itu EPS untuk setiap lembar saham perusahaan B adalah sebesar 0,547 x Rp 4,10 = Rp 2,24, dibandingkan dengan EPS sebelum merger sebesar Rp 2,50.
Apabila harga yang disepakati Rp 45,00 untuk setiap lembar saham perusahaan B, maka rasio pertukaran akan menjadi Rp 45,00/Rp64,00, atau 0,703 saham perusahaan A untuk setiap lembar saham perusahaan B. Dengan demikian untuk membeli seluruh saham perusahaan B, perusahaan A harus menerbitkan saham baru sebanyak 1.406.250 lembar saham, (Rp 45,00/Rp64,00 x 2.000.000)
Setelah merger EPS saham perusahaan A menjadi:
Keterangan Perusahaan A
-------------------------------------------- ------------------------
Pendapatan sekarang Rp 25 juta
Jumlah saham yang beredar 6.406.250 lembar
EPS Rp 3,90
Setelah merger dengan perusahaan B ternyata EPS perusahaan A mengalami penurunan. Penurunan EPS akan terjadi, apabila P/E ratio yang dibayar untuk perusahaan B lebih besar daripada P/E ratio perusahaan A, yaitu P/E ratio perusahaan B 18 kali, (Rp 45,00/Rp 2,50), sedangkan P/E ratio perusahaan A 16 kali, (Rp 64,00/Rp 4,00), dan jika sebaliknya akan mengakibatkan terjadi kenaikan EPS.
Besarnya jumlah kenaikan atau penurunan EPS setelah merger ditentukan oleh:
- Perbedaan P/E ratio, dan
- Ukuran relatif perusahaan yang dinyatakan dengan perbandingan total pendapatan perusahaan A dengan perusahaan B.
Semakin besar P/E ratio perusahaan yang mengakuisisi (A) dibandingkan dengan P/E ratio perusahaan yang diakuisisi (B), dan semakin besar pendapatan perusahaan yang diakuisisi (B) dibandingkan dengan pendapatan perusahaan yang mengakuisisi (A), maka semakin besar peningkatan EPS perusahaan yang mengakuisisi (A).
Grafik: Perubahan EPS sebagai fungsi dari perbedaan P/E ratio dan pendapatan relatif.
b. Pendapatan yang akan datang (future earnings)
Apabila keputusan merger hanya didasarkan pada pertimbangan jangka pendek, yaitu pengaruh yang segera terhadap EPS setelah merger, maka apabila terjadi penurunan EPS setelah merger, berarti merger tidak layak dilakukan. Analisis yang demikian tidak mempertimbangkan pengaruh jangka panjang merger terhadap peningkatan EPS di masa yang akan datang. Apabila synergy akibat merger baru dirasakan beberapa waktu kemudian, maka perkembangan pendapatan yang akan datang (future earning) penting untuk dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan merger. Fenomena tersebut dapat digambarkan pada grafik berikut ini.
Grafik: EPS yang diharapkan dengan dan tanpa merger.
Pendekatan Nilai Pasar (market value)
Berdasarkan nilai pasar saham, maka rasio pertukaran harga saham dihitung dengan rumus sebagai berikut;
Harga pasar saham perusahaan Jumlah saham yang
yang membeli yang ditawarkan
Rasio pertukaran =
Harga pasar saham perusahaan yang membeli
Misalkan harga saham perusahaan yang membeli Rp 60,00 per lembar dan harga saham perusahaan yang dibeli Rp 30,00 per lembar. Jika perusahaan yang membeli menawarkan 0,5 sahamnya untuk 1 lembar saham perusahaan yang dibeli, maka rasio pertukarannya adalah:
Rp 60,00 x 0,5
Rasio pertukaran = --------------------- = 1,00
Rp 30,00
Sebagai contoh, perusahaan A ingin merger dengan perusahaan B, yang memiliki informasi keuangan sebelum merger sebagai berikut:
Keterangan Perusahaan A Perusahaan B
---------------------------------------- ------------------- --------------------
Pendapatan sekarang Rp 20 juta Rp 6 juta
Jumlah saham yang beredar 6 juta lembar 2 juta lembar
EPS Rp 3,33 Rp 3,00
Harga pasar saham Rp 60,00 Rp 30,00
P/E ratio 18 10
Perusahaan A setuju menawarkan 0,667 saham untuk setiap lembar saham perusahaan B. Dengan demikian rasio pertukaran harga sahamnya adalah:
Rp 60,00 x 0,667
Rasio pertukaran = ----------------------- = 1,33
Rp 30,00
Dengan kata lain saham perusahaan B ditawarkan dengan harga Rp 40,00 per lembar, ( 1,33 x Rp 30,00 ). Dengan demikian untuk membeli seluruh saham perusahaan B, perusahaan A harus menerbitkan saham baru sebanyak ( 40/60 x 2.000.000 ) = 1.333.333 lembar saham. Apabila P/E ratio perusahaan A setelah merger tetap 18, maka setelah merger harga pasar saham perusahaan A menjadi :
Keterangan Perusahaan A
--------------------------------------------- --------------------
Pendapatan sekarang Rp 26 juta
Jumlah saham yang beredar 7.333.333 lembar
EPS Rp 3,55
P/E ratio 18
Harga pasar saham Rp 63,90
Karena setelah merger harga pasar saham naik, maka merger layak dilaksanakan.
Pendekatan Pendapatan Ekonomis dan Biaya (economic gains and costs)
Menurut pendekatan ini ada dua hal yang perlu dipertimbangkan dalam keputusan merger, yaitu pendapatan dan biaya.
Pendapatan ekonomis terjadi jika nilai sekarang perusahaan setelah merger lebih besar daripada nilai sekarang perusahaan sebagai suatu entitas (badan usaha) sebelum merger. Misalkan perusahaan A mau merger dengan perusahaan B, pendapatan ekonomis akan terjadi jika: PVAB > ( PVA + PVB ). Dengan demikian besarnya pendapatan ekonomis (gains) = PVAB – ( PVA + PVB).
Biaya untuk merger dengan perusahaan B besarnya tergantung pada bagaimana cara pembelanjaan merger tersebut. Jika merger dibelanjai dengan kas, biaya untuk merger dengan perusahaan B adalah sejumlah kas yang dibayarkan dikurangi dengan nilai perusahaan B. Dengan demikian besarnya biaya (cost) = Cash - PVB .
Nilai sekarang bersih atau net present value (NPV) perusahaan setelah merger adalah merupakan selisih pendapatan ekonomis dan biaya.
NPV = Gains – Costs
= PVAB – ( PVA + PVB ) – ( Cash – PVB )
Sebagai contoh, perusahaan A mempunyai nilai Rp 2.000.000,00 dan perusahaan B mempunyai nilai Rp 200.000,00. Apabila kedua perusahaan tersebut melakukan merger, maka akan terjadi penghematan biaya dengan nilai sekarang (PV) sebesar Rp 120.000,00. Dengan demikian:
- PVA = Rp 2.000.000,00
- PVB = Rp 200.000,00
- Gain = Rp 120.000,00
- PVAB = Rp 2.320.000,00
Anggap perusahaan B dibayar dengan kas sebesar Rp 250.000,00, maka biaya merger bagi perusahaan A adalah:
Cost = Cash - PVB
= Rp 250.000,00 – Rp 200.000,00
= Rp 50.000,00.
Biaya bagi perusahaan A merupakan pendapatan bagi perusahaan B.
Besarnya NPV dari merger tersebut adalah :
NPV = PVAB - ( PVA + PVB ) – ( Cash – PVB )
Net gain to A’s stockholders = Overall gain to merger – Part of gain captured by B’s stockholders
= Rp 120.000,00 – Rp 50.000,00
= Rp 70.000,00.
Karena NPV positif, maka merger layak dilaksanakan , dan sebaliknya jika NPV negatif, maka merger tidak layak dilaksanakan.
Estimasi Biaya Merger
Besar kecilnya biaya merger tergantung bagaimana merger tersebut dibelanjai.
a. Jika merger dibelanjai dengan kas.
Apabila nilai pasar (MV) sama dengan nilai intrisik (PV), maka biaya
merger: Cost = Cash – PVB
Apabila nilai pasar tidak sama dengan nilai intrisik, maka biaya merger:
Cost = ( Cash – MVB ) + ( MVB – PVB )
Dengan demikian yang dimaksud biaya merger jika nilai pasar tidak sama dengan nilai intrisik adalah premi yang dibayar di atas nilai pasar ditambah dengan perbedaan antara nilai pasar dengan nilai intrisik perusahaan sebagai suatu entitas terpisah.
Cost = Premium paid over market value of B + Difference between market value as a separate entity.
Sebagai contoh, perusahaan A dan B merencanakan merger, dan sebelum merger diumumkan data keuangan kedua perusahaan tersebut tampak sebagai berikut:
Keterangan Perusahaan A Perusahaan B
--------------------------------------- ------------------- --------------------
Harga pasar saham per lembar Rp 75 Rp 15
Jumlah saham yang beredar 100.000 lembar 60.000 lembar
Nilai pasar saham perusahaan Rp 7.500.000,00 Rp 900.000,00
Perusahaan A berkeinginan untuk membayar secara tunai saham perusahaan B dengan harga Rp 1.200.000,00.
Jika harga pasar saham perusahaan B hanya mencerminkan nilai sebagai suatu entitas terrpisah (separate entity), maka biaya merger:
Cost = ( Cash – MVB ) + ( MVB – PVB )
= Rp Rp 1.200.000,00 – Rp 900.000,00 ) + 0
= Rp 300.000,00
Jika harga saham B meningkat sebasar Rp 2,00 per lembar karena ada desas desus akan ada merger yang menguntungkan, maka biaya merger:
Cost = ( Cash – MVB ) + ( MVB – PVB )
= (Rp 1.200.000,00 – Rp 900.000,00)+ (Rp 1.020.000,00 – Rp 900.000,00)
= Rp 300.000,00 + Rp 120.000,00
= Rp 420.000,00
Perlu diperhatikan, jika pasar salah dalam memprediksi harga saham dan nilai pasar saham perusahaan B lebih kecil dari nilai intrisik (PV) sebagai suatu separate entity, maka biayanya akan negatif. Dengan kata lain jika perusahaan B setuju merger, maka dari sudut pandang perusahaan A merger menguntungkan, namun ditinjau dari sudut pandang perusahaan B merugikan.
b. Jika merger dibelanjai dengan saham.
Apabila merger dibelanjai dengan saham estimasi biaya lebih sulit dibandingkan dibelanjai dengan kas.
Sebagai contoh, jika perusahaan A menawarkan sebanyak 16.000 lembar sahamnya sebagai ganti dari kas Rp 1.200.000,00. Karena harga saham perusahaan A Rp 75,0 sebelum pengumuman merger dan saham perusahaan B mempunyai nilai pasar Rp 900.000,00, maka biaya merger:
Cost = ( 16.000 x Rp 75,00 ) – Rp 900.000,00
= Rp 300.000,00
Namun demikian biaya tersebut belum tentu sama dengan biaya yang sesungguhnya, hal ini karena:
- Nilai saham perusahaan B sebagai separate entity mungkin tidak sama dengan Rp 900.000,00 dan
- Nilai saham perusahaan A sebagai separate entity mungkin tidak sama dengan Rp 7.500.000,00.
tks bos info nya...poto nya ganteng dan cantik...
BalasHapusyapz, sipz sama-sama... owh, mkasih... hehehe
BalasHapusmakasih byk bos... izin angkut... bagus buat footnote skripsi nih
BalasHapusmakasii.. :)
BalasHapusBtw, grafiknya mana?
. thankz..
BalasHapus. rumusnya kok gak jelas itu ??
si katemhareeee
BalasHapus@idrus : kliatannya aku kenal deh... hahahaha :D
BalasHapusiya aq oki mbknya
Hapushahaha
Gak ada grafik.
BalasHapuspermisi mas maaf mau nanya ya kalau tidak di ketahui harga persahamnya dan hanya diketahui Laba EPSnya apa bisa menentukan mergernya? dan bagaimana caranya?
BalasHapuspermisi mas maaf mau nanya ya kalau tidak di ketahui harga persahamnya dan hanya diketahui Laba EPSnya apa bisa menentukan mergernya? dan bagaimana caranya?
BalasHapus